Tinta Emas Ketum Demokrat

Analisis, 5 Maret 2013

Pengunduran diri Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum Partai Demokrat membuat pusing partai ini dalam pencalonan bakal calon anggota DPR 2014. Bagaimana tidak, daftar bakal calon anggota DPR hanya boleh ditandatangani oleh ketua umum dan sekretaris jenderal atau sebutan lain. Pasal 57 UU No. 8 Tahun 2012 secara tegas menyebut ketua umum dan sekretaris jenderal, bukan level pengurusan lainnya.

Frasa “sebutan lainnya” untuk ketua umum dan sekretaris jenderal dimaknai secara horizontal, yakni sebutan-sebutan lainnya yang berlaku di kepengurusan partai politik. Misalnya, sebutan Presiden untuk ketua umum di Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Pertanyaan lanjutan untuk ketua Demokrat, apakah penandatanganan itu dapat dilakukan oleh level kepengurusan lainnya atau tidak?

Pertama, menggunakan pendekatan legalistik formal maka yang menandatangi haruslah ketua umum dan sekjen. Posisi ketua umum dan sekjen tidak bisa digantikan dengan posisi lainnya, baik pelaksana tugas maupun fungsi lainnya yang telah disebutkan dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD ART). Kenapa demikian, karena UU Pemilu sudah menyebutkan secara tegas posisinya, karena itu jika kemudian AD/ART menyebut fungsi lain yang menggantikan tentu posisinya tidak boleh bertentangan dengan Pasal 57 UU No. 8 Tahun 2012.

Kedua, menggunakan pendekatan fungsi maka penandatanganan itu dapat dilakukan oleh posisi kepengurusan lainnya yang memiliki fungsi setara dengan fungsi ketua umum dan sekretaris jenderal. Misal, jika kemudian AD/ART secara eksplisit menyebutkan bahwa “dalam hal ketua umum tidak dapat menjalankan tugas dan fungsinya baik untuk mewakili partai di internal maupun eksternal maka tugas dan fungsi itu akan dijalankan oleh Pelaksana Tugas atau Majelis Tinggi.”

Demokrat sendiri telah mengambil kebijakan seperti yang disampaikan oleh Ketua Divisi Komunikasi Publik Andi Nurpati. Menurutnya, daftar caleg sementara Demokrat akan ditandatangani pelaksana tugas (plt) ketua umum. Andi Nurpati ini merujuk pada Pasal 99 ayat (3) AD/ART Demokrat yang menyebutkan “dalam hal jangka waktu kepengurusan sebagaimana diatur dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat dilaksanakan maka kepengurusan partai akan dipimpin oleh Pelaksana Tugas.”

Pertanyaannya, apakah kemudian posisi Pelaksana Tugas sebagaimana dimaksud Pasal 99 ayat (3) ini sama dengan posisi Ketua Umum? Tentu kualifikasinya berbeda, Ketua Umum dipilih melalui forum tertinggi partai yakni kongres atau kongres luar biasa.   

Menyikapi polemik ini kemudian Ketua KPU, Husni Kamil Manik memberikan signal akan mengambil pilihan kedua yakni menggunakan pendekatan fungsi. Menurutnya, “KPU akan memproses pencalonan anggota legislatif sesuai aturan yang berlaku. Daftar calon harus ditandatangani ketua umum dan sekretaris jenderal atau sebutan lain sesuai anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (Kompas, 5/3).”   

Posisi Ketua KPU ini merupakan bentuk ijtihat untuk merespon kondisi yang telah beredar di publik. Mungkin posisinya menjadi tidak menguntungkan karena menjadi terkesan mencarikan jalan keluar bagi Demokrat. Tapi lepas dari itu, posisi demikian cukup rawan menjadi sengketa di akhir pencalonan nanti. Posisi ini memang sering tidak menguntungkan penyelenggara pemilu dan tersudutkan oleh kepentingan-kepentingan politik yang mengitari kebijakan yang dikeluarkan. Pihak-pihak yang kontra tentu akan menjadikan alasan legal formal untuk menyoal proses pencalonan karena legitimasinya diragukan dengan dalih melanggar undang-undang.

1 thoughts on “Tinta Emas Ketum Demokrat

Tinggalkan Balasan ke ppkganding Batalkan balasan